Selasa, 15 Januari 2013

Trying Touch d'sky (Merapi) part 2




Segelas Kopi hangat terasa menyejukan tenggorakan. Tak terasa sudah sepertiga perjalanan kami lewati untuk mencapai puncak gunung paling aktif ini. Jam menunjukan angka tengah malam, setelah melepas penat dipondok dadakan Pasanggrahan kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, rencananya kami akan melanjutkan perjalanan sampai dibagian “Pintu angin” bagian terakhir hutan yang sedikit dibawah cadas gunung (bebatuan menuju puncak gunung).
Rute yang kami lalui saat ini sedikit berbeda dari rute sebelumnya, jalan setapak yang kami lalui lebih kecil dan lebih menanjak.  Tanah tempat kami menapak pun tak lagi selicin sebelumnya, tapi tetap saja gua dan Wido berjalan dengan kaki telanjang, lebih anti slip dan lebih terasa natural menurut gua .

Satu hal yang gua sadari tentang diri gua dari pendakian ini adalah, ternyata penyakit pelupa gua sudah semakin parah. Semakin gua lelah semakin gua pelupa. Ironis rasanya tiap kali gua nanya diri sendiri kenapa gua sampai segini pelupanya, ironis karena biasanya setiap orang yang ngaku ke gua kalau dia pelupa gua selalu bilang kalau pelupa tu hanya “Placebo” negative . Semakin besar pengakuan kalau dia pelupa semakin sering dia lupa akan sesuatu. Lupa itu hal yang normal bagi orang yang menggunakan otak mereka. Tapi kenapa gua sendiri sudah ngerasa kalau pelupa gua udah ga normal ya?.
Semua ini berawal sebelum kami berangkat ke Koto Tuo. Kami berencana berkumpul di SMA tempat gua sekolah dulu, dan berangkat berbarengan dengan kelompok lain. Salah satu tugas gua yang diamanahkan Wido adalah membawa Jirigen air. Semua sudah gua siapkan sampai ke SMA, dan setelah sampai diperjalanan ke Koto Baru Wido nanya kegua “nda, Jirigen jadi dibawa kan?” , otak gua mau langsung menjawab kalau jirigen udah gua bawa dari rumah, tapi sepertinya indera perasa gua ga nemuin dimana jiregen tadi gua letakan, dan setelah melihat kearah acong yang sepertinya tidak ada indikasi membawa Jirigen gua , dengan tampang ga percaya gua jawab, “aduh ketinggalan diSMA do!!” .  kejadian pertama.

Kejadian kedua terjadi ketika kami melanjutkan perjalanan sesudah istirahat di Pasanggrahan ini. Gua yang keenakan berjalanan dengan kaki telanjang terus berjalan dengan tangan kiri megang senter dan tangan kanan menjinjing sandal jepit unyu-unyu gua. Setelah 1jam berjalan kami istirahat mengambil nafas sejenak, duduk, meletakan ransel, sandal, dan mematikan senter mati demi menghemat baterei. Setelah melepas penat sambil ngetawain hal-hal yang ga penting, gua mulai bangun dari keadaan duduk, menyandang ransel, dan menyalain senter yang tadinya mati, cek dan recek dan setelah gua rasa ga ad yang ketinggalan gua mulai memberikan instruksi untuk melanjutkan perjalanan, dan kami pun memulai lagi perjalanan. Sekitar 25 menit berjalan gua mulai merasa ada yang kurang dari diri gua, bukan kurang kaya, kurang ganteng atau kurang pinter yang gua maksut disini, tapi yang gua bawa? Ada yang kurang yang gua bawa rasanya, dan sekitar 3menit kemudian akhirnya otak gua menyadari kalau tangan kiri gua ga bawa apa-apa, 0.25 detik berikutnya otak gua kembali menyadari kalau ternyata Sandal jelek nyu-unyu gua ilaaaaang?, hah..Sendal bisa ilaaang?... kenapa bisa???
yah setelah 4,25 menit meratapi nasib sial pelupa gua, gua berdoa dalam hati mudah-mudahan sampai triliunan menit berikutnya ga ad lagi yang bakal gua lupain, amiiin…..

yah, setelah memastiin kalau sepertinya gua bakal bertelanjang kaki sampai pulang kami akhirnya memutuskan untuk mencari tempat mendirikan tenda, walaupun tidak memenuhi target sebelumnya tapi karena jam telah menunjukan jam 2 subuh serta karena kaki yang telah lelah melangkah terpaksa kami beristirahat dan mendirikan tenda. Kira-kira setengah kilometer berjalan akhirnya kami menemukan tempat yang bagus untuk mendirikan tenda. Kami mengeluarkan tenda doom kecil, matras dan sliping bad dari ransel masing-masing, memulai memasang tenda, menaburi garam disekeliling tenda dan memasukan barang-barang dalam tenda. Dan akhirnya jam 3 kurang 10 menit kami  tidur dengan pulas  walau didalam tenda yang sangat pas-pasan ini.


Pukul setengah 6 , tebal sleeping bad tidak lagi mempan menahan dingin yang menusuk tulang dan Akhirnya embun pagi membangunkan kami bertiga. Kami mulai mengeluarkan perlengkapan untuk masak. Acong sibuk mencari kayu yang tidak terlalu basah untuk membuat api unggun, sedangkan gua mengeluarkan mie instan, nasi, energen dan beberapa sachet kopi instan beserta gulanya. Api unggun sudah menyala menghangatkan badan yang kedinginan, dan mie instan sudah siap disantap yang ditemani oleh secangkir besar kopi hangat. Sambil menikmati semua makanan yang dimasak gua bergumam dalam hati, “untung kalau soal makanan ga ad yang lupa gua bawa ya , hahahah”.

Pukul 7.30wib semua makanan telah kami habiskan dan semua peralatan baik itu , tenda, matras, serta perlatan makan telah kami masukan kembali kedalam ransel. Sambil meneriakan kalau giliran gua yang bawa jirigen air,  Acong mulai membungkus kakinya yang hampir membeku dengan seapasang kaus kaki yang telah kotor. Kotor karena medan becek yang dilalui sepanjang perjalanan tadi malam.  Setelah semua selesai kami mulai melanjutkan perjalanan yang tertunda, Wido kembali mengeluarkan kamera untuk mengdokumentasikan perjalanan kami. 

Sepanjang perjalanan ini gua tanpa sengaja mulai melamun, gua masih ga percaya kalau akhirnya gua mendaki gunung juga, gua kembali teringat momen –momen sebelumnya, ketika malam dingin yang mencekam, jembatan hitam yang tak berdasar, dan yang paling gua inget sekali adalah momen hilangnya sandal gua, melamunkan seberapa pikunnya gua, untung saja Acong juga membawa sandal dan sepatu, jadi karena dia pakai sepatu dengan terpaksa dia harus meminjamkan sendalnya ke gua, tapi bisa gua pastiin gua ga bakalan lupa dan ninggalin sandal lagi. Kalau emang gua ngelupain sandal lagi gua rela deh lompat guling-guling dari gunung kebawah terus beliin sandal yang baru. Tenang deh pokoknya .
Sedang keasikan melamun, Acong berhenti dan membuyarkan melamunan gua, kenapa tu anak,? 
Keinjak ular kah?
, berhenti dan langsung memperhatiin gua dengan curiga, dengan mata sipit yang menantang dia bertanya ke gua “Jirigen mana?” . 

Hah??.... 

lagi lagi dan lagi gua lupaaaaa. 
Huf , kami memang belum berjalan terlalu jauh dari tempat kami mendirikan tenda, dan gua bisa menjemput kembali jirigen kami, tapi yang menjadi masalah bukan jirigen, tapi kenapa gua segitu pikun nyaaaaaaa???? Sambil berjalan kembali menjemput jirigen tadi gua ga henti-henti nya nyalahin diri sendiri , 3 kali melupakan barang-barang, kenapa bisaaaaa?apakah sebenarnya gua adalah orang tua yang terjebak ditubuh remaja?. Apakah kapasitas otak gua terlalu penuh untuk menambah memory baru?. 



Sambil sedikit berlari mengejar teman-teman gua tadi, gua berusaha untuk berpikiran positif walaupun susah sih sebenarnya, lagian ga ada guna kayak nya disesali, mungkin karena gua terlalu menyepelekan sesuatu makanya jadi lupa, yang penting jangan anggap sepele hal-hal kecil lagi, dan berusaha buat ga lupa lagi.
Setelah menjemput jirigen kami kembali melanjutkan perjalanan, Semoga saja bisa sampai ke puncak sebelum matahari tepat diatas kepala, semoga  diperjalanan kali ini ga ada lagi yang benar-benar gua lupain, dan juga yang paling penting mudah-mudahan kami sampai kepuncak dan pulang dengan selamat.
amiiiiinnn......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar