Segelas Kopi hangat terasa menyejukan tenggorakan. Tak
terasa sudah sepertiga perjalanan kami lewati untuk mencapai puncak gunung
paling aktif ini. Jam menunjukan angka tengah malam, setelah melepas penat
dipondok dadakan Pasanggrahan kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan,
rencananya kami akan melanjutkan perjalanan sampai dibagian “Pintu angin” bagian
terakhir hutan yang sedikit dibawah cadas gunung (bebatuan menuju puncak
gunung).
Rute yang kami lalui saat ini sedikit berbeda dari rute
sebelumnya, jalan setapak yang kami lalui lebih kecil dan lebih menanjak. Tanah tempat kami menapak pun tak lagi
selicin sebelumnya, tapi tetap saja gua dan Wido berjalan dengan kaki telanjang,
lebih anti slip dan lebih terasa natural menurut gua .
Satu hal yang gua sadari tentang diri gua dari pendakian ini
adalah, ternyata penyakit pelupa gua sudah semakin parah. Semakin gua lelah
semakin gua pelupa. Ironis rasanya tiap kali gua nanya diri sendiri kenapa gua
sampai segini pelupanya, ironis karena biasanya setiap orang yang ngaku ke gua
kalau dia pelupa gua selalu bilang kalau pelupa tu hanya “Placebo” negative .
Semakin besar pengakuan kalau dia pelupa semakin sering dia lupa akan sesuatu.
Lupa itu hal yang normal bagi orang yang menggunakan otak mereka. Tapi kenapa
gua sendiri sudah ngerasa kalau pelupa gua udah ga normal ya?.
Semua ini
berawal sebelum kami berangkat ke Koto Tuo. Kami berencana berkumpul di SMA
tempat gua sekolah dulu, dan berangkat berbarengan dengan kelompok lain. Salah
satu tugas gua yang diamanahkan Wido adalah membawa Jirigen air. Semua sudah
gua siapkan sampai ke SMA, dan setelah sampai diperjalanan ke Koto Baru Wido nanya
kegua “nda, Jirigen jadi dibawa kan?” , otak gua mau langsung menjawab kalau
jirigen udah gua bawa dari rumah, tapi sepertinya indera perasa gua ga nemuin
dimana jiregen tadi gua letakan, dan setelah melihat kearah acong yang
sepertinya tidak ada indikasi membawa Jirigen gua , dengan tampang ga percaya
gua jawab, “aduh ketinggalan diSMA do!!” .
kejadian pertama.
Kejadian kedua terjadi ketika kami melanjutkan
perjalanan sesudah istirahat di Pasanggrahan ini. Gua yang keenakan berjalanan
dengan kaki telanjang terus berjalan dengan tangan kiri megang senter dan
tangan kanan menjinjing sandal jepit unyu-unyu gua. Setelah 1jam berjalan kami
istirahat mengambil nafas sejenak, duduk, meletakan ransel, sandal, dan
mematikan senter mati demi menghemat baterei. Setelah melepas penat sambil
ngetawain hal-hal yang ga penting, gua mulai bangun dari keadaan duduk, menyandang
ransel, dan menyalain senter yang tadinya mati, cek dan recek dan setelah gua
rasa ga ad yang ketinggalan gua mulai memberikan instruksi untuk melanjutkan
perjalanan, dan kami pun memulai lagi perjalanan. Sekitar 25 menit berjalan gua
mulai merasa ada yang kurang dari diri gua, bukan kurang kaya, kurang ganteng
atau kurang pinter yang gua maksut disini, tapi yang gua bawa? Ada yang kurang
yang gua bawa rasanya, dan sekitar 3menit kemudian akhirnya otak gua menyadari
kalau tangan kiri gua ga bawa apa-apa, 0.25 detik berikutnya otak gua kembali
menyadari kalau ternyata Sandal jelek nyu-unyu gua ilaaaaang?, hah..Sendal bisa
ilaaang?... kenapa bisa???
yah setelah 4,25 menit meratapi nasib sial pelupa gua, gua
berdoa dalam hati mudah-mudahan sampai triliunan menit berikutnya ga ad lagi
yang bakal gua lupain, amiiin…..
yah, setelah memastiin kalau sepertinya gua bakal
bertelanjang kaki sampai pulang kami akhirnya memutuskan untuk mencari tempat
mendirikan tenda, walaupun tidak memenuhi target sebelumnya tapi karena jam
telah menunjukan jam 2 subuh serta karena kaki yang telah lelah melangkah
terpaksa kami beristirahat dan mendirikan tenda. Kira-kira setengah kilometer
berjalan akhirnya kami menemukan tempat yang bagus untuk mendirikan tenda. Kami
mengeluarkan tenda doom kecil, matras dan sliping bad dari ransel
masing-masing, memulai memasang tenda, menaburi garam disekeliling tenda dan
memasukan barang-barang dalam tenda. Dan akhirnya jam 3 kurang 10 menit
kami tidur dengan pulas walau didalam tenda yang sangat pas-pasan
ini.
Pukul setengah 6 , tebal sleeping bad tidak lagi mempan
menahan dingin yang menusuk tulang dan Akhirnya embun pagi membangunkan kami
bertiga. Kami mulai mengeluarkan perlengkapan untuk masak. Acong sibuk mencari
kayu yang tidak terlalu basah untuk membuat api unggun, sedangkan gua
mengeluarkan mie instan, nasi, energen dan beberapa sachet kopi instan beserta
gulanya. Api unggun sudah menyala menghangatkan badan yang kedinginan, dan mie
instan sudah siap disantap yang ditemani oleh secangkir besar kopi hangat.
Sambil menikmati semua makanan yang dimasak gua bergumam dalam hati, “untung
kalau soal makanan ga ad yang lupa gua bawa ya , hahahah”.
Pukul 7.30wib semua makanan telah kami habiskan dan semua
peralatan baik itu , tenda, matras, serta perlatan makan telah kami masukan
kembali kedalam ransel. Sambil meneriakan kalau giliran gua yang bawa jirigen
air, Acong mulai membungkus kakinya yang
hampir membeku dengan seapasang kaus kaki yang telah kotor. Kotor karena medan
becek yang dilalui sepanjang perjalanan tadi malam. Setelah semua selesai kami mulai melanjutkan
perjalanan yang tertunda, Wido kembali mengeluarkan kamera untuk
mengdokumentasikan perjalanan kami.
Sepanjang perjalanan ini gua tanpa sengaja
mulai melamun, gua masih ga percaya kalau akhirnya gua mendaki gunung juga, gua
kembali teringat momen –momen sebelumnya, ketika malam dingin yang mencekam,
jembatan hitam yang tak berdasar, dan yang paling gua inget sekali adalah momen
hilangnya sandal gua, melamunkan seberapa pikunnya gua, untung saja Acong juga
membawa sandal dan sepatu, jadi karena dia pakai sepatu dengan terpaksa dia
harus meminjamkan sendalnya ke gua, tapi bisa gua pastiin gua ga bakalan lupa
dan ninggalin sandal lagi. Kalau emang gua ngelupain sandal lagi gua rela deh
lompat guling-guling dari gunung kebawah terus beliin sandal yang baru. Tenang
deh pokoknya .
Sedang keasikan melamun, Acong berhenti dan membuyarkan
melamunan gua, kenapa tu anak,?
Keinjak ular kah?
, berhenti dan langsung memperhatiin
gua dengan curiga, dengan mata sipit yang menantang dia bertanya ke gua
“Jirigen mana?” .
Hah??....
lagi lagi dan lagi gua lupaaaaa.
Huf , kami memang belum
berjalan terlalu jauh dari tempat kami mendirikan tenda, dan gua bisa menjemput
kembali jirigen kami, tapi yang menjadi masalah bukan jirigen, tapi kenapa gua
segitu pikun nyaaaaaaa???? Sambil berjalan kembali menjemput jirigen tadi gua
ga henti-henti nya nyalahin diri sendiri , 3 kali melupakan barang-barang,
kenapa bisaaaaa?apakah sebenarnya gua adalah orang tua yang terjebak ditubuh
remaja?. Apakah kapasitas otak gua terlalu penuh untuk menambah memory baru?.
Sambil sedikit berlari mengejar teman-teman gua tadi,
gua berusaha untuk berpikiran positif walaupun susah sih sebenarnya, lagian ga
ada guna kayak nya disesali, mungkin karena gua terlalu menyepelekan sesuatu
makanya jadi lupa, yang penting jangan anggap sepele hal-hal kecil lagi, dan
berusaha buat ga lupa lagi.
Setelah menjemput jirigen kami kembali melanjutkan
perjalanan, Semoga saja bisa sampai ke puncak sebelum matahari tepat diatas
kepala, semoga diperjalanan kali ini ga
ada lagi yang benar-benar gua lupain, dan juga yang paling penting
mudah-mudahan kami sampai kepuncak dan pulang dengan selamat.
amiiiiinnn......


Tidak ada komentar:
Posting Komentar