Yah part-part lagi pake part-part lagi, udah usaha buat meringkas tapi tetap aja kepanjangan.. hahahhah
Postingan kali ini gua pengen berbagi cerita tentang pengalaman gua mendaki gunung. Minggu 30 desember 2012 seperti yang telah kami rencanakan sebelumnya kami akan melakukan pendakian gunugn merapi di daerah koto baru padang panjang Sumatra Barat. ya, ini merupakan pendakian gua yang pertama dan tentunya ga yang terkhir kalinya, mudah-mudahaan sih. Sebenarnya sudah dari tahun pertama kuliah gua mau berencana mendaki gunung, serasa belum sempurna saja masa remaja gua kalau belum coba yang namanya mendaki, belum laki!! kalau teman gua bilang. Tapi fisik yang gua rasa belum sanggup (bermasalah dengan hidung) serta susahnya mencari waktu yang tepat mengakibatkan rencana ini terus tertunda, dan akhirnya diakhir tahun 2012 ini gua bisa melakukannya. Timing yang pas menurut gua, libur semester dan pas momen tahun baru. Gua sedikit lega melakukan pendakian pada momen tahun baru2012-2013 ini, bukan karena gua pengen ngerayain tahun baru di puncak Merapi , tapi ini lebih bersifat teknis, tahun baru disana berarti kami kesana ga sendirian, dan pasti rame nantinya, sangat melegakan bagi orang yang baru pertama menaklukan raksasa berlarva ini.
Satu hal yang memantapkan niat gua untung mendaki akhir tahun ini karena gua pergi dengan 2 orang sahabat gua, Wido yang udah berpengalaman dan Acong yang mendaki untuk yang kedua kalinya. mereka adalah teman gua dari SMA, teman yang sudah tahu luar dalem gua, bukan orang lain yang baru gua kenal, artinya masalah fisik gua bisa teratasi. Gua ga perlu segan minta istirahat kalau memang gua rasa benar-benar capek , dan gua rasa mereka memaklumi kalau ternyata gua sudah ga sanggup lagi melanjutkan perjalanan. (#aihpesisimisduluan).
Kami berangkat pada hari minggu sore dan sampai di koto baru (daerah kaki gunung) sekitar jam setengah 7 malam. Setelah makan kami mencari toko untuk melengkapi perlengkapan yang masih kurang, sholat dan mencek perlengkapan sambil menunggu hujan reda. Sebelum berangkat ada hal unik yang dipesankan teman gua Wido selaku orang yang paling berpengalaman. Dia berpesan unutk memanggil semua pendaki yang kita temui dengan sebutan Pak, dan Ibuk tanpa memandang umur mereka. Aneh bagi gua dan Acong , dan sedikit geli ketika gua cobakan langsung ke cewek-cewek yang pake trekker serta ransel didekat mesjid tempat kami berhenti. Entah apa tujuan nya gua juga ga tahu, yang jelas diturutin aja, dari pada ketahuan baru pertama kali mendaki.hhahah.
Dipasar Koto Baru tempat kami berhenti banyak gua temukan orang-orang dengan ransel gunung yang disandang tinggi dari kepala pendakinya sendiri, seperti nya mereka akan mendaki malam ini , ntah itu ke gunung singglang ataupun ke gunung merapi seperti kami. Satu hal yang paling gua perhatiin dari para pendaki tersebut adalah kelengkapan untuk kaki mereka, ada yang memakai sepatu trekker, ada juga yang memakai sepatu olahraga atau sneaker, dan minimal para pendaki yang gua perhatiin memakai sendal gunung hitam mengkilat yang memang didesign kuat, serta tidak slip di daerah yang becek. Setelah sibuk memperhatiin kaki-kaki para pendaki tadi, Gue mencoba melihat kebawah dan terdiam sejenak, gua lihat sepasang kaki gua sekali lagi dan berusaha meyakinkan diri, yah gua pasti bisa, gua pasti bisa menaklukan Gunung paling aktif disumatera dengan tinggi 2891,3 meter ini dengan sepasang sendal jepit Swal**w ini , namanya juga pendaki dadakan .... (#langsunglemes).
Jam menunjukan pukul 20.00wib dan hujan sudah reda, kami pun memulai perjalanan dengan doa dalam hati masing-masing, (gua berdoa paling lama saking takutnya kalau kalau sendal jepit
Track pertama yang kami lalui tidak terlalu terjal, setelah melewati pos kami berjalan di antara kebun-kebun warga, sekitar 20menit berjalan barulah kami melewati bagian gunung yang sebenarnya, jalan setapak yang basah, dikelilingi oleh tanam-tanaman liar yang tumbuh tinggi disekeliling kami. Suasana yang sedikit mencengkram bagi gua yang baru pertama dan baru melewati hutan yang sebenarnya ini. Hutan hanya diam sunyi, tak ada suara seekor pun serangga, begitu juga dengan kami yang sudah kehabisan topik pembicaraan, tenang dan menggelisahkan pastinya. tak ada secercah pun cahaya bulan yang berhasil menembus awan yang sepertinya masih mendung, gelap hutan malam hanya diterangi oleh 3 lingkaran senter kecil ditangan kami masing-masing. Gua hanya berani menyenteri jalan setapak didepan tempat kaki gua melangkah. Suasana yang sunyi membuat gua sekilas teringat tentang cerita-cerita buruk para pendaki, tapi jalan yang tambah becek membantu gua melupakan dan fokus pada tanah tempat pijakan kaki. Semakin jauh berjalan semakin basah tanah yang kami lalui, setelah beberapa kali hampir jatuh terpeleset, gua dan wido akhirnya mutusin untuk menjinjing sendal jepit kami, dan berjalan dengan kaki telanjang. langkah pertama terasa dingin tanah pegunungan menusuk telapak kaki,seperti melangakah diatas balok es besar, tapi lama kelamaan lelah lutut bergoyang melupakan dinginnya tanah ini.
waktu sudah menunjukan jam 12 malam, setelah melewati jalan basah yang licin, kami sampai didepan sebuah lubang panjang, entah itu sungai entah sebuah jurang, lubang panjang ini mempunyai lebar sekitar 8-10 meter , gua mencoba melihat kebawah memastikan kedalaman sungai ini tapi usaha gua sia-sia , yang gua lihat hanya lubang hitam tak jelas dasarnya, kalau pun ini sungai gua rasa sungai yang dalam . Diatas lubang hitam panjang ini diletakan beberapa buah batang bambu sebagai penghubung para pendaki untuk menyebrang. Pertama melihat rasa takut mulai muncul, mungkin karena gelap malam yang membuat sungai ini lebih tampak menyeramkan, gua melepas lagi sendal jepit yang gua rasa bakal menyulitkan ketika berjalan diatas-potongan bambu. Wido mencoba menyebrangi terlebih dahulu, sebelum menyeberang dia berteriak agar menyeberang satu persatu. Pelan tapi pasti wido berhasil menyeberangi sungai tadi, begitu juga dengan acong, dan sekarang giliran gua untuk menyeberang, langkah pertama, sambil agak menundung untuk lebih menjaga keseimbangan gua mencoba cari potongan bambu yang gua rasa paling kuat, selangkah demi selangkah gua lalui dengan hati-hati, sampai pada suatu langkah, mungkin disebabkan karena bambu yang licin mengakibatkan kaki kiri gua terpelesat, terpeleset dari bambu yang gua pijak, untung gua masih bisa mempertahankan keseimbangan berdiri, dan untung tidak ada rongga atau celah diantara bambu-bambu tersebutsehingga lapisan bambu dibawahnya berhasil menahan kaki kiri gua yang terpeleset tadi . Perasaan benar-benar lega gua rasain ketika akhirnya dengan selamat kami melewati jembatan menyeramkan ini. Sungguh pengalaman yang ga akan pernah gua lupakan.
Beberapa langkah setelah menyeberangi jembatan kami tiba dibagian gunung yang bernama Pasanggrahan . Disini ternyata ada pemuda beserta keluarganya yang berjualan berbagai minuman hangat dan juga mie instan. Kami singgah terlebih dahulu berisitirahat dan mencoba menikamati Kopi hangat yang disediakan. Segelas kopi hangat terasa sangat pas untuk menghilangkan penat serta rasa dingin yang menusuk selama pendakian menegangkan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar